Senin, 04 September 2017

Etika dan Moral LGBT Dalam Kehidupan Mahasiswa




MAKALAH PROFESI KETEKNIKAN
ETIKA DAN MORAL LGBT DALAM KEHIDUPAN MAHASISWA



DISUSUN OLEH:
NAMA            : INTAN LAKSITADEWI
            NIM                : 15/385453/TP/11322
            DOSEN           : SAIFUL ROCHDYANTO



DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Akhir-akhir ini, LGBT menjadi persoalan yang ramai diperbincangkan. Kehadiran para pelaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender memang sudah ada sejak dahulu kala, namun muncul di permukaan sebagai hal yang seakan tidak penting untuk ditelisik lebih lanjut. Kehadiran LGBT seolah kasat mata sehingga kemunculannya terabaikan oleh berbagai kalangan. Kesan terabaikan ini mungkin lebih baik daripada respon lain yang riskan terjadi terhadap kehadiran LGBT yaitu deskriminasi, dan pengucilan. Banyak pendukung LGBT menyerukan bahwa pelaku LGBT berhak hidup dengan perlakuan sama sebagai manusia dan juga WNI. Namun kenyataannya, berbagai kebijakan dan program pemerintah pun tidak dapat menyentuh mereka karena ketidakjelasan status jenis kelamin. HAM menjadi hal utama yang dituntut oleh pelaku dan pendukung LGBT. Namun di lain pihak, masyarakat juga memiliki hak untuk hidup dalam lingkungan sosial yang nyaman tanpa rasa cemas.
Keberadaan LGBT memunculkan kekhawatiran akan pengaruhnya terhadap perilaku generasi penerus. Hal ini merusak nilai moral sebagai manusia yang berketuhanan YME sesuai sila pertama Pancasila, dimana ajaran agama menolak mutlak keberadaan LGBT. Perlu dipertanyakan pula etika pelaku LGBT yang pada umumnya kurang pantas dimunculkan di kehidupan sosial seperti penggunaan pakaian yang kurang sopan, memakai riasan yang berlebihan, dialog menggunakan tata bahasa khas mereka yang kurang sopan, juga perilaku seksual LGBT yang tidak pantas, dan lain sebagainya. Etika dan moral inilah yang secara pasti bertentangan dengan etika dan moral yang tumbuh di lingkungan sosial yang normal.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai etika moral LGBT dan pengaruhnya dalam kehidupan mahasiswa. Tujuan bahasan kali ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh moral dan etika yang dibawa kaum LGBT terhadap kehidupan sosial khususnya terhadap mahasiswa. Selain itu juga untuk menemukan bagaimana cara menyikapi keberadaan LGBT sehingga tidak menimbulkan konflik yang merugikan satu pihak.
B. Tujuan
            Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Membahas pengertian dan sejarah LGBT
2. Membahas pandangan masyarakat terhadap LGBT
3. Membahas etika moral LGBT dan pengaruhnya terhadap kehidupan.

C. Manfaat
            Penulisan makalah ini bermanfaat untuk :
1. Mengetahui pengertian dan sejarah LGBT
2. Mengetahui pandangan masyarakat terhadap LGBT
3. Mengetahui etika moral LGBT dan pengaruhnya terhadap kehidupan.
 
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Sejarah LGBT

LGBT adalah sebuah singkatan yang memiliki arti Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Lesbian berarti perempuan yang mencintai atau menyukai perempuan baik dari segi fisik ataupun dari segi seksual dan spiritual. Gay berarti laki-laki yang menyukai dan mencintai laki-laki dan kata gay ini merujuk pada homoseksual. Biseksual adalah  orang yang bisa memiliki hubungan emosional dan juga seksual dari dua jenis kelamin sehingga bisa menjalani hubungan dengan laki laki maupun perempuan. Transgender adalah ketidaksamaan dari identitas gender yang diberikan kepada orang tersebut dengan jenis kelaminnya. Seorang transgender bisa termasuk dalam orang yang homoseksual, biseksual, dan heteroseksual.
LGBT di Indonesia setidaknya sudah ada sejak era 1960-an. Ada yang menyebut dekade 1920-an. Namun, pendapat paling banyak menyebut fenomena LGBT ini sudah mulai ada sekitar dekade 60-an. Lalu berkembang pada dekade 80-an, 90-an, dan meledak pada era milenium 2.000 hingga sekarang. Jadi, secara kronologis, perkembangan LGBT ini sesungguhnya telah dimulai sejak era 1960-an. Kalau dulu terkenal Sentul dan Kantil, kini sebutannya adalah Buci dan Femme. Cikal bakal organisasi dan avokasi LGBT di Indonesia sudah berdiri lama. Salah satunya organisasi jadul bernama: Hiwad, Himpunan Wadam Djakarta. Wadam, wanita Adam, mengganti istilah banci dan bencong. Namun, organisasi Wimad diprotes MUI. Kemudian pada 1982, pelaku homo mendirikan Lambda Indonesia. Pada 1986 berdiri Perlesin, Persatuan Lesbian Indonesia. Pada tahun yang sama, berdiri juga pokja GAYa Nusantara, kelompok kerja Lesbian dan Gay Nusantara. Sementara era 1990-an semakin banyak organisasi yang berdiri. Tahukah Anda? Pendirian organisasi mereka berkedok emansipasi, merujuk emansipasi wanita. Mereka juga mendirikan media sebagai publikasi. Ada beberapa media yang didirikan sebagai wadah komunikasi antar-LGBT.
2. Pandangan Masyarakat Terhadap LGBT
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di Indonesia merupakan penyimpangan yang sudah ada sejak dahulu kala, namun keberadaannya sampai sekarang masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Dalam menyikapi LGBT, masyarakat Indonesia terbagi menjadi tiga kubu. Ada yang menentang keras LGBT, ada yang tidak peduli dengan LGBT, dan ada yang mendukung LGBT.
Mereka yang menentang keras LGBT mayoritas berasaskan agamanya masing-masing. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan banyak muslim Indonesia yang akan mengeluarkan ‘kartu’ Nabi Luth dan Kaum Sodom ketika disodorkan topik LGBT. Mayoritas muslim melihat cerita kaum sodom ini sebagai penjelasan akan kaum LGBT yang dibenci oleh Nabi. Dari sini pula muncul pemikiran bahwa tidak apa-apa membenci, mendiskriminasi dan menghukum kaum LGBT, atas nama jihad. Para penentang LGBT juga baru-baru ini memakai kalimat bahwa yang mereka tolak adalah propaganda LGBT, bukan individunya.
Menurut Komisioner KPAI, Erlinda, dan Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris, ‘propaganda LGBT’ adalah hal-hal di media sosial, aplikasi messenger, film, buku, ataupun ranah media lain, yang mempromosikan dan mengkampanyekan LGBT terhadap anak-anak dibawah umur. Ditakutkan promosi LGBT seperti sticker LINE yang mengandung unsur LGBT dan pornografi LGBT dapat mengarahkan anak-anak ke pemikiran bahwa LGBT adalah tindakan normal dimana pandangan ini tidak searah dengan ajaran agama mereka. ‘Propaganda LGBT’ diperkirakan mempunyai tujuan untuk menggaet masyarakat Indonesia satu persatu hingga akhirnya pendukungnya cukup banyak dan pernikahan sesama jenis bisa dilegalkan di Indonesia. Anak-anak yang mentalnya masih rentan juga ditakutkan akan gampang ‘diubah’ menjadi LGBT karena propaganda ini.
Selanjutnya, ada kubu masyarakat yang tidak peduli akan keberadaan LGBT. Sikap mereka terhadap LGBT biasanya seperti “Itu urusan mereka, dosa mereka, kehidupan mereka. Mereka mau seperti itu terserah mereka. Sudah, kita tidak usah ikut-ikutan”. Tetapi yang membedakan kelompok ini adalah, mereka juga tidak peduli atau menerima kenyataan bahwa kelompok LGBT mendapat tindakan diskriminasi ataupun menghadapi kekerasan. Dapat dibilang kelompok ini adalah kelompok yang memilih untuk buta tentang isu LGBT, mereka mengetahui keberadaan LGBT, tetapi mereka tidak mau ikut campur tangan dalam bentuk apapun.
Kelompok terakhir adalah yang mendukung LGBT, biasanya mereka berasaskan HAM. Mereka memperjuangkan hak-hak untuk para Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender yang sering mendapatkan perlakuan diskriminasi dan kekerasan di lingkungan sekolah, kantor, bahkan keluarga sendiri. Kelompok ini tidak hanya terdiri dari mereka yang memang termasuk LGBT, ada heteroseksual yang mendukung LGBT, bahkan mereka yang religius juga ada.
Tidak sedikit dari pelaku LGBT diusir dari rumah sendiri, dibully, dan dilecehkan. Hal itu membuat banyak LGBT yang simpang siur kehidupannya, terutama para Transgender. Untuk LGB mungkin masih bisa menyembunyikan seksualitasnya, tapi sulit untuk Transgender menyembunyikan jati dirinya sendiri. Sehingga banyak Transgender yang terpaksa menjadi pengamen atau pekerja seks karena tidak diterima oleh masyarakat umum.
Dalam penelitian sebuah lembaga pro-LGBT, Arus Pelangi, 89,3% kaum LGBT di Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar pernah mendapatkan tindak kekerasan dan diskriminasi dalam aspek fisik, psikis, seksual, ekonomi, dan budaya. Para aktivis pro-LGBT di Indonesia berharap pemerintah akan membuat undang-undang yang melindungi hak-hak LGBT dan melindungi LGBT dari tindakan diskriminan dan kekerasan.
3. Etika Moral LGBT dan Pengaruhnya
            Di Indonesia, LGBT menyimpang dari Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Menikah atau cinta sesama jenis merupakan larangan dan bukan pilihan. Agama mana pun melarangnya termasuk dasar negara di Indonesia. Adanya usulan untuk melegalkan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) dari sebuah kelompok masyarakat ditanggapi serius oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menag menyatakan bahwa LGBT tidak dapat diterima karena bertentangan dengan Pancasila terutama sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa sebuah pernikahan harus berlandaskan nilai dan norma agama.
Sesuai Pancasila utamanya sila pertama, negara hanya mengakui pernikahan yang dilakukan menurut hukum agama sebagai dasar pembentukan keluarga. Untuk itu, Pemerintah berupaya memperkuat eksistensi lembaga perkawinan dan pelestarian nilai-nilai perkawinan sebagai hal yang suci dan terhormat. Karenanya isu kebebasan yang diusung oleh kalangan yang menamakan dirinya LGBT tidak dapat diterima dalam masyarakat Indonesia yang beragama.
Perilaku homoseksual itu menjadi ancaman bagi negeri ini. Ia menyebar bak wabah penyakit. Menyebar secara halus melalui media sosial, bahkan buku pelajaran. Mahasiswa pun menjadi sasaran empuk untuk dipengaruhi terhadap perilaku LGBT. Menurut dr. Rita Fitriyaningsih yang sudah sembilan tahun menjadi mitra LSL atau GWL (Gay, Waria, Laki-laki seks dengan laki-laki), perilaku homoseksual dapat menular kepada orang lain. Dengan kata lain, orang yang tadinya tidak homoseksual dapat menjadi homo jika terus berinteraksi atau berada di dalam komunitas homoseksual. Semakin meningkatnya pelaku homoseksual berkorelasi pada meningkatnya kasus sodomi. Pelaku LGBT pun rawan tertular HIV/AIDS.
Fakta menunjukkan, negara ini lumpuh dalam upaya perlindungan masyarakat dari budaya yang merusak. Terbukti dari menjamurnya jaringan pendukung LGBT. Makin meluasnya komunitas LGBT ini, karena tidak ada hukum yang tegas yang melarang tindakan rusak ini. Bahkan pada tahun 2012, Dede Oetomo, pendiri GAYa Nusantara sempat lolos uji calon Komisioner HAM meskipun tidak terpilih. Inilah bukti lumpuhnya peran negara dalam membendung budaya merusak yang membonceng ide kebebasan dan HAM. Maka, jika kerusakan akibat LGBT dibiarkan, akan terjadi lost generation karena menyalahi fitrah penciptaan manusia dan hancurnya peradaban.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
            LGBT merupakan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama dan juga Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa. LGBT perlu dihilangkan dari kehidupan manusia karena menyalahi kodrat manusia.
            Pengaruh LGBT masuk secara halus melalui sosial media seperti pada stiker-stiker di Whatsapp dan LINE, termasuk pada buku pelajaran. Orangtua dan setiap orang perlu waspada supaya tidak terjerumus budaya menyimpang ini.
2. Saran
            LGBT harus disikapi dengan wajar. Ttidak untuk membenarkan keberadaannya tetapi untuk memulihkan kembali hal yang menyimpang ini. Pemerintah harus tegas dalam menghadapi LGBT supaya tidak mengganggu kenyamanan di lingkungan sosial.
 
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Laksono.2014.Masyarakat Indonesia dan LGBT.

Anonim. 2016. Menelisik Perjalanan LGBT di Indonesia.

Herulono, Murtopo.2015. Penilaian Moral Kaum LGBT

Nurjito,Bambang.2015.Being_LGBT_in_Asia_Indonesia_Country_Report_Bahasa_language.pdf.

Muhammad, Saleh.2015.Awas ! LGBT Mengancam Mahasiswa.






           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar