Senin, 04 September 2017

Cerpen Fiksi



 AYAH 

By: Intan Laksitadewi

 
Tiba disuatu titik aku harus meluapkan semua. Entah itu gembira, bahagia, tangis, dan amarah. Aku bukan tipe pencurhat andal yg mencari sosok orang kuat yang mau mendengar kisahku. Seringkali lebih nyaman dengan membasuh tubuh dengan aliran air segar, menggelar sajadah dilonggaran waktu yg terkadang sunyi. Menceritakan semua kisah yang sesungguhnya tidak perlu karena kutahu Dia telah mengetahuinya. Sampai saat ini, disela sujud-sujud panjangku aku meluapkan segala harapan-harapan terbaikku. Semua orang ingin memiliki hidup yang bahagia dan penuh manfaat. Akupun sama, hanya saja tercatat seuntai kalimat yang membedakan aku dengan doa-doa orang lain. Seuntai kalimat yang khusyu’, khusus kupersembahkan untuk sosok lelaki. Lelaki malang yang menemani tawa tangisku setiap waktu. Doaku, untaian kalimat penuh harapan teristimewa untuk ayah. Bukan malang karena hidup yang sengsara. Bukan pula kemalangan karena kemiskinan. Terlebih dari itu, ayah telah terjebak dalam pikiran semu. Ayah terbelenggu oleh asumsi negatif tentang dirinya sendiri. Hingga ketitik terdalam dari kepesimisannya, ayah ku menjadi orang yang paling malang. Sekali lagi kukatakan, bukan karena kesengsaraan hidup atau kemiskinan. Lebih sakral, lebih mendalam, lebih dari segalanya. Pesimisnya telah mengakar menyeretnya untuk lepas dari keimanan seorang muslim. Hal yang paling dasar, dan sekaligus paling penting dari apapun. Bukan ayahku menjadi kafir. Entah akupun tak tahu bagaimana seseorang bisa dikatakan kafir. Yang kutahu ayah tetap memeluk agama haq yaitu islam. Ktp, riwayat hidup, KK, semua itu telah menjelaskan yg paling nyata bahwa ayahku seorang muslim. Tak bisa ditentang lagi, semua sudah tercatat. Resmi dan legal.
Semua kisah, berawal dari sini. Keimanan yang mungkin sedang berkecambah, mulai dilanda krisis kurang air sehingga matilah kecambah itu. Tak menghasilkan apapun. Tak satupun dapat membawa manfaat bagi sekitarnya. Terkecuali bagi hewan mikro yang mulai menyantap kecambah busuk, tanpa pernah kecambah itu punya kesempatan untuk memulai hidup sebagai tumbuhan yang nyata. Energi penyokongnya telah hilang, bagaimanapun proses untuk tetap tumbuh tak dimungkinkan lagi. Inilah yang terjadi pada ayah. Keimanan bagai energi penyokongnya yang secara perlahan menguap. Bahkan menghilang samasekali. Selang sewaktu, energi penyokong itu datang menyejukan jiwa namun secepat itupula menghilang dengan berbagai pertanyaan konyol yang sudah tentu tidak perlu dipertanyakan. Bisa dibayangkan, seorang muslim yang masih mempertanyakan kebenaran al-qur’an tentu hidupnya tak kan mampu khusyu’. Terbawa angin tanpa ada penguat jiwa. Ibadahnya pun masih ragu. Bagaimana bisa diterima ibadahnya, jika hati kecilnya mengingkari, ada semburat jiwa yg ragu, takut jika agama yang haq dari Allah SWT ini adalah agama yang salah. Astaghfirullah haladzim. Roda terus berputar, begitupun hidup terus berputar, kadang dibawah kadang diatas. Tak mengertikah ayah bahwa hidup tak selalu mulus? Hingga muncul lagi pertanyaan konyol. Dimanakah kuasa Tuhan? Padahal jelas dalam kumpulan suhuf-Nya, Allah telah berjanji tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan manusia itu. Tinggal yakin tidaknya hanya manusia itu dan Allah-lah yang mengetahui. Kunci dari semuanya adalah yakin dan percaya.
Menengok ke belakang, terawal mula ayah tumbuh, dididik, dan mendapat berbagai ilmu kehidupan. Ayah memang sejak lahir tergolong malang. Keluarga memang islam, tapi bukan islam. Jangan dipikir keluarga ini kacau, semrawut atau yang sejenisnya. Bukan seperti itu. Justru keluarga asal dari ayah memiliki kehidupan menyenangkan. Dilingkupi dengan materi yang cukup, kasih sayang pun mengalir dari kedua orang tua ayah yang serba perfectionist. Kakek nenekku kuakui orang orang yang hebat, tapi ketahuilah sesempurna apapun manusia, sisi kelamnya pasti nyata. Tak ada gading yang tak retak. Begitulah, orangtua ayah menumbuhkan anak-anak mereka dengan semangat belajar, kejujuran, dan saling pengertian. Banyak yang telah terdaftar dalam lembaran angan mereka untuk mewujudkan kehidupan yang sukses. Gemilang meraih mimpi yang cemerlang. Merawat kelima anak termasuk pula ayah dengan berbagai sarana prasarana yang lebih dari cukup. Aku bisa membayangkan, kakek nenek benar-benar couple yang kompak dan sejalan. Mereka mampu keluar dari belenggu ketradisionalan orang zaman perang. Menciptakan gaya hidup yang condong glamor, dan penuh dengan kebebasan berkreasi. Kelima anak dibekali berbagai ilmu dan keterampilan khusus sesuai minat masing-masing. Kesenangan membaca, menyulam, bermusik, melukis, berburu, bahkan hobi yang unik seperti bercocok tanam semua diberi kebebasan serta fasilitas untuk mengembangkannya. Aku bangga, ayah memiliki bakat bermusik dan melukis. Seringkali dulu kudengar alunan organ di sore hari. Kala semua masih terasa lapang. Ketika waktu menjelang isya’ dengan girangnya aku pulang dari les, menghambur masuk kerumah penuh kehangatan, diiringi riangnya alunan musik dari petikan jemari ayah pada dawai gitar alegro. Ibu, yang pandai mengolah makanan apapun, membawa jajanan ala kadarnya. Apapun yang ada dikulkas, jika berada di tangan ibu bisa tercipta berbagai kreasi. Mulai dari yang sederhana seperti pisang goreng, kue samarinda, keripik tahu, dan yang paling menyenangkan hati si bulat hijau isi gula merah, klepon. Semua terasa indah.
Hidupku, hidup ayah, memang selalu indah sampai inilah waktu tibanya berbagai problema. Tunggu, belum waktunya membahas cerita masa kini. Kembali ke kilasan masa lampau, orangtua ayah memang benar-benar ingin meluluskan kelima anaknya menjadi orang yang sukses. Cita-cita tinggi tak pernah lepas dari ilmu yang diperoleh dari bangku sekolah. Sesuai angan yang sudah tertata, ayah didaftarkan Sekolah Dasar Kristen. Dulu, sekolah swasta lebih baik kualitasnya dibanding sekolah negeri. Saat itu ayah masuk SD kristen karena kebetulan letaknya yang paling dekat dengan tempat tinggal. Sebenarnya, SD bukanlah waktu yang tepat untuk memulai menata masa depan. Mungkin hanya kecil pengaruhnya untuk profesi kita kelak. Tapi nyatanya, bangku SD justru sangat penting untuk mulai membangun karakter. Tanpa sadar, kemurnian jiwa islami ayah yang seharusnya mulai dipupuk justru ditempatkan pada tempat yang salah.
Dari cerita-cerita lawas yang kudengar, ayah dulu senang dengan acara-acara sekolah minggu, bernyanyi, berkumpul bersama teman yang memang begitulah lingkungan ayahku semasa kecil. Aku tidak bermaksud mengucilkan agama lain, tapi yang kupikir selama ini, dasar pengetahuan agama yang kurang pasti akan membangun karakter yang lemah. Dan inilah yang sangat kusayangkan karena terjadi pada ayahku sendiri. Banyak ilmu keislaman yang seharusnya mulai diterapkan, justru mulai tenggelam dan terabaikan. Terlebih orangtua ayah yang tidak begitu saklek dengan ajaran agama. Mereka lebih condong untuk fokus menata masa depan karir yang bersifat duniawi. Namun aku tidak sepenuhnya menyalahkan kakek nenek, karena setahuku, dari kisah-kisah masa kecil ayah yang kudengar dari penuturan ayah sendiri, kakek nenek bertanggungjawab atas pembangunan karakter islami dengan menyewa guru ngaji. Setiap sore, kelima anak yang umurnya hampir sebaya mengaji. Tapi itu tak berlangsung lama karena tak ada dorongan atau motivasi kuat untuk terus menyewa guru ngaji itu. 6 tahun berlalu, usia ayah sudah 12 tahun. Yang kuperkirakan ayah pasti tak pernah tau kisah-kisah tentang nabi dalam islam yang sering kudengar dari guru agama islamku disekolah dasar negeri. Kisah teladan para pengikut nabi, dan peristiwa-peristiwa bersejarah dalam islam yang sangat baik untuk membangun akhlak islami. Yang kuyakini lagi mungkin ayah tidak dapat membaca huruf hijaiyah. Sungguh malang, karena ayah tidak punya kesempatan untuk mempelajarinya.
Mungkin hati kalian akan bertanya, bagaimana aku bisa tahu begitu banyak tentang kisah ayahku di masa kecil? Sementara aku sendiri tentu belum ada di dunia ini. Aku mendengarnya lewat obrolan-obrolan bersama ayah, yang secara tidak langsung menggambarkan kehidupan ayah waktu kecil. Mungkin ayah bermaksud untuk mengajarkanku nilai-nilai kehidupan yang baik seperti kejujuran, semangat belajar, pantang menyerah, toleransi, dan sebaginya. Hal-hal inilah yang membawaku terbang bersama imajinasiku sendiri untuk menyelami kehidupan ayah di masa kecil.
Sekarang ini, aku hanya bisa menyimpulkan bahwa semua yang terjadi di masa kecil kita akan mempengaruhi kehidupan kita di masa mendatang. Contoh kehidupan ayah yang memang kurang landasan agama membuat ayah memiliki sifat yang sangat kusayangkan. Tapi bukankah tidak ada orang yang sempurna? Setidaknya aku hanya ingin menjadikan ayah sebagai panutanku dalam menjaga keimanan. Namun, selalu justru aku yang sepertinya harus bertugas untuk itu. Aku harus mencari cara supaya ayah mau menjadi imam yang nyata dalam setiap sholat kami. Aku harus meyakinkan ayah bahwa meskipun beliau ‘tidak pandai agama’, beliau tetap mempunyai kewajiban untuk mendidik kami-anaknya, dan tentu mendidik ibuku. Namun, kewajiban-kewajiban seperti diatas yang fitrahnya ditujukan untuk laki-laki sepertinya dianggap angin lalu saja oleh ayah.  
Selain kurangnya peran ayah dalam mendidik kami dalam masalah agama, sifat lain yang kusayangkan adalah bahwa dimataku ayah adalah sosok yang kurang percaya diri. Entah apa yang terjadi pada beliau, ayah menjadi sosok yang takut memperjuangkan haknya. Ayah selalu mengalah dan mengalah jika dihadapkan pada keadaan yang menyalahkannya sementara beliau sebenarnya berada di pihak yang benar. Alhasil, ayah bukan menjadi pribadi yang semakin dekat dengan-Nya, justru seperti menjadi frustasi terhadap apa yang menimpa keluarga kami. Tidak perlu dijelaskan, intinya kondisi perekonomian keluarga kami sedang jatuh-jatuhnya. Ayah menjadi pesimis, dan mengabaikan pentingnya silaturahmi dengan keluarga dekat maupun keluarga jauh, apalagi dengan teman-temannya. Beliau seperti menganggap bahwa dunia ini kejam dan tidak ada lagi hal penting selain berusaha keras membangun lagi bisnisnya seorang diri. Tapi sekali lagi, semua hal yang kita lakukan tanpa melibatkan Tuhan pasti hasilnya akan nihil, karena kita mengabaikan kuasa Tuhan. Tidak percaya akan pertolongan Allah akan membuat diri kita menjadi stres dan rohani menjadi tidak bahagia. Aku menyayangkan hal itu. Seandainya ayah adalah sosok yang ‘tau agama’, tentu beliau akan tetap tegar menjalani semua dengan tetap berpikir positif. Selain itu, hati juga akan terasa lebih damai dengan percaya akan adanya pertolongan Allah. Efek lain, tentu ayah tidak akan menutup diri menjadi seperti sekarang ini, karena agama Islam telah mengajarkan bahwa kunci sukses salah satunya adalah dengan memperkuat tali silaturahmi.
Ayah bukan orang jahat. Beliau justru terlampau sabar mengurus anak-anaknya dibandingkan dengan ayah lain. Setidaknya, itu menurutku. Ayah sudah terbiasa bermain dengan perabot dapur untuk membuat kami kenyang ketika ibu sedang memiliki kesibukan lain. Bagi ayah, menjaga kebersihan rumah juga bukan tanggung jawab ibu rumah tangga semata. Nyatanya, dengan ringan hati ayah bisa menyapu halaman rumah hingga bersih dalam sekejap, tanpa babibu. Ayah tidak takut dan tidak pernah ragu untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah seperti membersihkan toilet, menguras bak, membersihkan debu, dan sebagainya.Hal-hal inilah yang membuat rasa sayangku terhadap ayah semakin besar. Aku tahu, bahwa ayah bisa menjadi pribadi yang lebih kuat jika mau mengenal lebih dalam tentang Islam. Maka, kutetapkan di dalam hati ini, bahwa bagaimanapun keadaan ayah sekarang, aku akan terus menghormatinya dan sebisa mungkin mendoakannya semoga semua problema di kehidupan kami tidak semakin menjauhkan ayah dari-Mu Ya Rabb… Aamiin.

Cerpen



Makna Sebuah Kata-Kata
Oleh : Intan Laksitadewi X7 / 17


“Mah..! kenapa kaos kakiku ada di ember cucian sih? Kan hari ini mau aku pakai.” Caciku pada mama. “Lina, kamu tahu kan, pekerjaan mama tidak hanya mengurus kamu. Kamu mestinya bisa siapkan keperluanmu sendiri.” Lagi-lagi mama menasehatiku hal yang sama.
            Ya, begitulah keseharianku. Selalu ada saja omelan yang keluar dari mulutku. Aku memang sudah kelas 2 SMP tapi entah apa yang salah padaku, aku belum bisa mandiri dan mengontrol emosiku seperti temanku yang lain. Hal yang buruk tentunya, karena jika sudah panik akibat kemalasanku, aku selalu menyalahkan orang lain.
 Dan hari ini peristiwa yang rutin terjadi sudah kembali lagi di depan mata. Kaos kaki yang akan kupakai hari ini malah masih nangkring dengan enaknya di ember cucian. Ini akibat ulahku pada suatu minggu sore yang cerah. Seharusnya itu waktu terbaik untuk mencuci semua seragam sekolah dan baju-baju rumahku. Tapi aku tergoda oleh keasyikan duniawi. Aku bermain layangan bersama anak-anak ingusan berumur 5 tahun. Indahnya bentuk dan warna layangan serta semilir angin menyepoi wajah membuatku lupa waktu. Kaos-kaos kaki yang ujung jempol dan tungkainya berwarna hijau kecoklatan dan seharusnya berwarna putih itu terlupakan juga olehku. Alhasil aku berangkat sekolah dengan kaos kaki yang menawan warnanya.
Sepulang sekolah, aku berniat membeli bakso yang biasa mangkal di depan sekolah. Saat itu aku bersama seorang teman, dia juga beli bakso sama sepertiku. Sedang asyik-asyiknya mengobrol atau lebih tepatnya bergosip sambil menunggu pesanan, tiba-tiba ada cairan lengket berwarna hitam mengenai bagian lengan kiriku. Sepersekian detik baru kusadari tutup botol tadi itu meloncat keluar bersama kecap-kecap yang bermuncratan. Aku kaget melihat kuah bakso pesananku yang baru dilayani itu warnanya hitam pekat. Bukannya merasa kasihan atau membantu membersihkan sisa kecap di gerobak, rasa kesal dan jengkel malah perlahan muncul dari benakku. “ Lho pak, itu gimana bakso saya kok jadi hitam pekat seperti itu. Pasti rasanya pahit !” protesku pada bapak penjual bakso. Dengan sigap tukang bakso itu menggantinya dengan satu porsi bakso lain. Akupun lega dan bergegas untuk pulang karena sepertinya hujan akan segera turun.  Udara dingin terasa menyerbu mendatangkan rasa kantuk di pelupuk mata. Dari dalam bus kota kulihat titik hujan mulai membasahi kaca jendela.
Sisa hari ini akan kuhabiskan dengan membaca komik-komik baru yang belum sempat kusentuh. Baru beberapa menit menikmati gambar-gambar manga yang lucu, aku merasa haus. Aku bangun dari tempatku berbaring melangkah menuju dapur. Dengan cepat aku menyambar gelas keramik bergambar winnie the pooh dan membuat teh hangat yang manis. Dari dapur sayup-sayup kudengar suara orang bercengkrama, sepertinya melalui telepon genggam. Saat berjalan hendak kembali ke kamar, ku lihat adikku yang masih berumur 11 bulan duduk manis sambil asyik mengutak atik sesuatu. Aku mendekat ke arahnya dan kulihat air menggenangi lantai. Kupikir itu semacam ompol hasil ekskresi adik. Tapi sepertinya prediksiku meleset karena kulihat kura-kura jepangku tergeletak di sebelah paha adik. Oh ternyata adikku telah berhasil membebaskan kura-kura dari penjara akuarium mini.
Memang dasar suasana hatiku sedang buruk, aku kehilangan kontrol. Aku mengambil akuarium mini dari tangan mungil adik dan mengembalikan kura-kura malang itu ke kandangnya. “Kak Ira, niat jagain adik atau mau ngapain sih? Ini adiknya disini kakak kemana aja? Malah sibuk sendiri nggak jelas. Tuh liat lantai basah semua, pokoknya aku nggak mau tahu!” aku mengomel sambil berlalu meninggalkannya. Aku menangkap siluet kakak yang melongo didepan pintu dan kemudian cemberut melalui ekor mataku. “Kamu sendiri gimana hah? Kamu juga asyik dengan urusanmu sendiri. Kata-katamu itu nggak sesuai sama keadaanmu. Jangan nasehatin orang lain kalau kamu sendiri belum bisa melakukan hal yang sama, ntar kamu bakal nyesal kalau selalu bicara tanpa dipikir !” teriak kak Ira.
Sampai di kamar aku mengurungkan niat untuk melanjutkan membaca komik. Aku sedikit gelisah dihantui kata-kata kak Ira tadi. Memang rasanya benar juga setiap kali aku marah pasti akhirnya diikuti rasa sesal. Kadang aku capek juga harus marah-marah setiap hari. Acap kali aku berimajinasi, mungkin saja ada selapis es abadi yang bisa menyelimuti hatiku. Hingga membuat hatiku selalu dalam balutan kesejukan tanpa ada rasa marah yang membara seperti api.
Hari sepertinya cepat sekali berlalu. Aku tenggelam bersama padatnya kesibukan belajar di sekolah menjelang ujian akhir. Huru-hara, guyonan, dan lelucon di dalam kelas seolah terasa pudar seiring berjalannya waktu. Waktu yang membawaku menuju ke pertambahan usia, yang otomatis menempatkanku dalam pusaran euforia remaja. Kebiasaan marahku masih berlanjut disana. Pada suatu hari, temanku yang bernama Osha dengan mata berbinar bercerita bahwa ia sedang jatuh hati pada seseorang. Betapa terkejutnya aku karena Osha menyukai lelaki yang sama denganku. Aku sendiri tak pernah menceritakan hal ini. Tapi saat Osha curhat tentang perasaannya, aku jadi marah besar dan akupun mencari-cari alasan untuk bisa menjauh darinya. Aku sangat membencinya kala itu.
 “ Sha, kamu bisa kan jangan dekatin aku?” aku mulai bicara dengan emosiku yang meluap-luap sampai air mataku hampir menetes. “ Aku bosen tau gak sama kamu. Setiap kali aku jalan, ke toilet, ke kantin selalu ada kamu. Masih banyak kok orang lain yang bisa kamu ajak curhat-curhatan tentang gebetanmu itu. Aku capek dengerinnya.” Ucapanku kali ini sungguh yang paling kejam dan tidak mempedulikan perasaannya. Saat itu pastilah jika aku menjadi tokoh dalam sebuah cerita, akulah yang menjadi tokoh paling jahat dan dibenci oleh pembacanya. Aku mengatur langkahku supaya cepat-cepat kembali ke kelas. Saat aku lihat dia duduk di bangku belakangku, aku hanya mendiamkannya dan tidak menganggapnya ada. Padahal akupun sadar bahwa dia sama sekali tidak salah, karena dia tidak akan pernah tahu apa yang kupikirkan jika aku tidak mengatakannya. Tapi aku tidak mau tahu, aku mengutamakan egoku dan hubungan persahabatan kamipun mulai renggang.
Ujian sekolah berlangsung selama seminggu. Aku lega atas hasil yang kuperoleh meski nilaiku belum menjadi yang paling baik di sekolah. Tapi ada satu hal yang mengganjal perasaanku. Jujur, semenjak Osha “menghilang” dari kehidupanku aku merasa hampa kesepian. Perlahan sesalku mulai muncul. Bertambah pula sesalku ketika membayangkan dulu saat aku mengabaikannya. Bahkan Osha pun tak tahu dimana letak kesalahannya, jika aku ditanyapun aku pasti akan bingung menjawabnya. Karena aku menjauhinya hanya karena tak ingin punya saingan dalam hal yang konyol dan sama sekali tidak penting itu.
Kini setelah ku pikirkan selama beberapa hari belakangan aku mengambil sebuah keputusan. Aku akan meminta maaf padanya. Akan kubuang segala ego hatiku dan rasa gengsiku. Bahkan akupun berjanji jika nanti dia tidak menerima ketulusan maafku aku akan terus mencoba. Harus kudapatkan maaf darinya karena kini aku tahu betul, akulah yang salah dalam hal ini. Dan aku akan berdosa jika tidak mampu memperbaiki kesalahanku.
Bis kota melaju dengan kencangnya dan menurutku ini sedikit ugal-ugalan, tidak wajar memang. Tapi aku senang karena bis itu aku jadi tidak terlambat. Awalnya aku mengira akan telat masuk karena aku bangun dan beranjak dari tempat tidur  sekitar pukul 06.10 . Kebiasaan burukku rupanya mulai kambuh lagi.
Dengan berlari-lari kecil aku menuju kelasku, kelas 3A. Aku memandang sekeliling. Kelas baru, teman baru, guru baru, dan semangat baru mewarnai awal pagi ini. Tak kusangka aku kembali berada dalam satu kelas bersama Osha. Dia duduk di bangku depan kelas sedang bercengkrama dengan seorang teman, temanku juga rupanya. Aku ingin segera menyelesaikan misiku. Dan dengan senyum yang khas dan kurindukan selama ini, Osha menerima maafku.
 “Iya nggak masalah kok Lin. Aku udah lama maafin kamu, tapi aku maunya kamu minta maaf dulu biar kamu tahu bahwa kata-kata yang sering keluar saat kamu marah itu menyakitkan hati orang. Aku harap kamu nggak ngulangin itu lagi.” Katanya sambil meneguk sebotol jus jeruk yang ada di tangannya. “Oh iya, kamu mestinya tahu satu hal. Saat kamu mulai menghindariku, aku mencari tahu apa sebabnya. Dan terbukalah semuanya. Aku tahu kamu juga suka sama kak Rio, makanya mulai saat itu aku membuang rasaku pada kak Rio biar bisa menjaga persahabatan kita. Tapi apa boleh buat kamu keras kepala nggak mau lagi temenan sama aku. Ya sudah, aku bisa apa?” katanya sambil cemberut yang di buat-buat.
Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Malah perlahan titikan air mata mulai membasahi pipiku. Aku merasa jadi anak umur 2 tahun yang cengeng. Sebenarnya aku malu, tapi luapan bahagiaku tidak bisa terbendung.
Kini aku tahu, makna sebuah kata itu sangat dalam. Aku pernah mendengar sebuah cerita. Jika kita marah anggaplah kita menancapkan paku pada sebuah balok kayu. Kata maaf ibarat bisa menghilangkan paku-paku itu dari kayu. Tapi bekas dari tancapan paku itu tak akan bisa hilang dan itu ibarat seseorang yang telah kita sakiti hatinya dari kata yang terlontar saat kita marah. Meski maaf telah tercapai tapi perkataan kita yang menyakitkan akan tetap berbekas di hati sampai kapanpun. Maka maknailah setiap kata dengan berucap hal yang positif dan menyenangkan. :)

Etika dan Moral LGBT Dalam Kehidupan Mahasiswa




MAKALAH PROFESI KETEKNIKAN
ETIKA DAN MORAL LGBT DALAM KEHIDUPAN MAHASISWA



DISUSUN OLEH:
NAMA            : INTAN LAKSITADEWI
            NIM                : 15/385453/TP/11322
            DOSEN           : SAIFUL ROCHDYANTO



DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Akhir-akhir ini, LGBT menjadi persoalan yang ramai diperbincangkan. Kehadiran para pelaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender memang sudah ada sejak dahulu kala, namun muncul di permukaan sebagai hal yang seakan tidak penting untuk ditelisik lebih lanjut. Kehadiran LGBT seolah kasat mata sehingga kemunculannya terabaikan oleh berbagai kalangan. Kesan terabaikan ini mungkin lebih baik daripada respon lain yang riskan terjadi terhadap kehadiran LGBT yaitu deskriminasi, dan pengucilan. Banyak pendukung LGBT menyerukan bahwa pelaku LGBT berhak hidup dengan perlakuan sama sebagai manusia dan juga WNI. Namun kenyataannya, berbagai kebijakan dan program pemerintah pun tidak dapat menyentuh mereka karena ketidakjelasan status jenis kelamin. HAM menjadi hal utama yang dituntut oleh pelaku dan pendukung LGBT. Namun di lain pihak, masyarakat juga memiliki hak untuk hidup dalam lingkungan sosial yang nyaman tanpa rasa cemas.
Keberadaan LGBT memunculkan kekhawatiran akan pengaruhnya terhadap perilaku generasi penerus. Hal ini merusak nilai moral sebagai manusia yang berketuhanan YME sesuai sila pertama Pancasila, dimana ajaran agama menolak mutlak keberadaan LGBT. Perlu dipertanyakan pula etika pelaku LGBT yang pada umumnya kurang pantas dimunculkan di kehidupan sosial seperti penggunaan pakaian yang kurang sopan, memakai riasan yang berlebihan, dialog menggunakan tata bahasa khas mereka yang kurang sopan, juga perilaku seksual LGBT yang tidak pantas, dan lain sebagainya. Etika dan moral inilah yang secara pasti bertentangan dengan etika dan moral yang tumbuh di lingkungan sosial yang normal.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai etika moral LGBT dan pengaruhnya dalam kehidupan mahasiswa. Tujuan bahasan kali ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh moral dan etika yang dibawa kaum LGBT terhadap kehidupan sosial khususnya terhadap mahasiswa. Selain itu juga untuk menemukan bagaimana cara menyikapi keberadaan LGBT sehingga tidak menimbulkan konflik yang merugikan satu pihak.
B. Tujuan
            Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Membahas pengertian dan sejarah LGBT
2. Membahas pandangan masyarakat terhadap LGBT
3. Membahas etika moral LGBT dan pengaruhnya terhadap kehidupan.

C. Manfaat
            Penulisan makalah ini bermanfaat untuk :
1. Mengetahui pengertian dan sejarah LGBT
2. Mengetahui pandangan masyarakat terhadap LGBT
3. Mengetahui etika moral LGBT dan pengaruhnya terhadap kehidupan.
 
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Sejarah LGBT

LGBT adalah sebuah singkatan yang memiliki arti Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Lesbian berarti perempuan yang mencintai atau menyukai perempuan baik dari segi fisik ataupun dari segi seksual dan spiritual. Gay berarti laki-laki yang menyukai dan mencintai laki-laki dan kata gay ini merujuk pada homoseksual. Biseksual adalah  orang yang bisa memiliki hubungan emosional dan juga seksual dari dua jenis kelamin sehingga bisa menjalani hubungan dengan laki laki maupun perempuan. Transgender adalah ketidaksamaan dari identitas gender yang diberikan kepada orang tersebut dengan jenis kelaminnya. Seorang transgender bisa termasuk dalam orang yang homoseksual, biseksual, dan heteroseksual.
LGBT di Indonesia setidaknya sudah ada sejak era 1960-an. Ada yang menyebut dekade 1920-an. Namun, pendapat paling banyak menyebut fenomena LGBT ini sudah mulai ada sekitar dekade 60-an. Lalu berkembang pada dekade 80-an, 90-an, dan meledak pada era milenium 2.000 hingga sekarang. Jadi, secara kronologis, perkembangan LGBT ini sesungguhnya telah dimulai sejak era 1960-an. Kalau dulu terkenal Sentul dan Kantil, kini sebutannya adalah Buci dan Femme. Cikal bakal organisasi dan avokasi LGBT di Indonesia sudah berdiri lama. Salah satunya organisasi jadul bernama: Hiwad, Himpunan Wadam Djakarta. Wadam, wanita Adam, mengganti istilah banci dan bencong. Namun, organisasi Wimad diprotes MUI. Kemudian pada 1982, pelaku homo mendirikan Lambda Indonesia. Pada 1986 berdiri Perlesin, Persatuan Lesbian Indonesia. Pada tahun yang sama, berdiri juga pokja GAYa Nusantara, kelompok kerja Lesbian dan Gay Nusantara. Sementara era 1990-an semakin banyak organisasi yang berdiri. Tahukah Anda? Pendirian organisasi mereka berkedok emansipasi, merujuk emansipasi wanita. Mereka juga mendirikan media sebagai publikasi. Ada beberapa media yang didirikan sebagai wadah komunikasi antar-LGBT.
2. Pandangan Masyarakat Terhadap LGBT
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di Indonesia merupakan penyimpangan yang sudah ada sejak dahulu kala, namun keberadaannya sampai sekarang masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Dalam menyikapi LGBT, masyarakat Indonesia terbagi menjadi tiga kubu. Ada yang menentang keras LGBT, ada yang tidak peduli dengan LGBT, dan ada yang mendukung LGBT.
Mereka yang menentang keras LGBT mayoritas berasaskan agamanya masing-masing. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan banyak muslim Indonesia yang akan mengeluarkan ‘kartu’ Nabi Luth dan Kaum Sodom ketika disodorkan topik LGBT. Mayoritas muslim melihat cerita kaum sodom ini sebagai penjelasan akan kaum LGBT yang dibenci oleh Nabi. Dari sini pula muncul pemikiran bahwa tidak apa-apa membenci, mendiskriminasi dan menghukum kaum LGBT, atas nama jihad. Para penentang LGBT juga baru-baru ini memakai kalimat bahwa yang mereka tolak adalah propaganda LGBT, bukan individunya.
Menurut Komisioner KPAI, Erlinda, dan Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris, ‘propaganda LGBT’ adalah hal-hal di media sosial, aplikasi messenger, film, buku, ataupun ranah media lain, yang mempromosikan dan mengkampanyekan LGBT terhadap anak-anak dibawah umur. Ditakutkan promosi LGBT seperti sticker LINE yang mengandung unsur LGBT dan pornografi LGBT dapat mengarahkan anak-anak ke pemikiran bahwa LGBT adalah tindakan normal dimana pandangan ini tidak searah dengan ajaran agama mereka. ‘Propaganda LGBT’ diperkirakan mempunyai tujuan untuk menggaet masyarakat Indonesia satu persatu hingga akhirnya pendukungnya cukup banyak dan pernikahan sesama jenis bisa dilegalkan di Indonesia. Anak-anak yang mentalnya masih rentan juga ditakutkan akan gampang ‘diubah’ menjadi LGBT karena propaganda ini.
Selanjutnya, ada kubu masyarakat yang tidak peduli akan keberadaan LGBT. Sikap mereka terhadap LGBT biasanya seperti “Itu urusan mereka, dosa mereka, kehidupan mereka. Mereka mau seperti itu terserah mereka. Sudah, kita tidak usah ikut-ikutan”. Tetapi yang membedakan kelompok ini adalah, mereka juga tidak peduli atau menerima kenyataan bahwa kelompok LGBT mendapat tindakan diskriminasi ataupun menghadapi kekerasan. Dapat dibilang kelompok ini adalah kelompok yang memilih untuk buta tentang isu LGBT, mereka mengetahui keberadaan LGBT, tetapi mereka tidak mau ikut campur tangan dalam bentuk apapun.
Kelompok terakhir adalah yang mendukung LGBT, biasanya mereka berasaskan HAM. Mereka memperjuangkan hak-hak untuk para Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender yang sering mendapatkan perlakuan diskriminasi dan kekerasan di lingkungan sekolah, kantor, bahkan keluarga sendiri. Kelompok ini tidak hanya terdiri dari mereka yang memang termasuk LGBT, ada heteroseksual yang mendukung LGBT, bahkan mereka yang religius juga ada.
Tidak sedikit dari pelaku LGBT diusir dari rumah sendiri, dibully, dan dilecehkan. Hal itu membuat banyak LGBT yang simpang siur kehidupannya, terutama para Transgender. Untuk LGB mungkin masih bisa menyembunyikan seksualitasnya, tapi sulit untuk Transgender menyembunyikan jati dirinya sendiri. Sehingga banyak Transgender yang terpaksa menjadi pengamen atau pekerja seks karena tidak diterima oleh masyarakat umum.
Dalam penelitian sebuah lembaga pro-LGBT, Arus Pelangi, 89,3% kaum LGBT di Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar pernah mendapatkan tindak kekerasan dan diskriminasi dalam aspek fisik, psikis, seksual, ekonomi, dan budaya. Para aktivis pro-LGBT di Indonesia berharap pemerintah akan membuat undang-undang yang melindungi hak-hak LGBT dan melindungi LGBT dari tindakan diskriminan dan kekerasan.
3. Etika Moral LGBT dan Pengaruhnya
            Di Indonesia, LGBT menyimpang dari Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Menikah atau cinta sesama jenis merupakan larangan dan bukan pilihan. Agama mana pun melarangnya termasuk dasar negara di Indonesia. Adanya usulan untuk melegalkan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) dari sebuah kelompok masyarakat ditanggapi serius oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menag menyatakan bahwa LGBT tidak dapat diterima karena bertentangan dengan Pancasila terutama sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa sebuah pernikahan harus berlandaskan nilai dan norma agama.
Sesuai Pancasila utamanya sila pertama, negara hanya mengakui pernikahan yang dilakukan menurut hukum agama sebagai dasar pembentukan keluarga. Untuk itu, Pemerintah berupaya memperkuat eksistensi lembaga perkawinan dan pelestarian nilai-nilai perkawinan sebagai hal yang suci dan terhormat. Karenanya isu kebebasan yang diusung oleh kalangan yang menamakan dirinya LGBT tidak dapat diterima dalam masyarakat Indonesia yang beragama.
Perilaku homoseksual itu menjadi ancaman bagi negeri ini. Ia menyebar bak wabah penyakit. Menyebar secara halus melalui media sosial, bahkan buku pelajaran. Mahasiswa pun menjadi sasaran empuk untuk dipengaruhi terhadap perilaku LGBT. Menurut dr. Rita Fitriyaningsih yang sudah sembilan tahun menjadi mitra LSL atau GWL (Gay, Waria, Laki-laki seks dengan laki-laki), perilaku homoseksual dapat menular kepada orang lain. Dengan kata lain, orang yang tadinya tidak homoseksual dapat menjadi homo jika terus berinteraksi atau berada di dalam komunitas homoseksual. Semakin meningkatnya pelaku homoseksual berkorelasi pada meningkatnya kasus sodomi. Pelaku LGBT pun rawan tertular HIV/AIDS.
Fakta menunjukkan, negara ini lumpuh dalam upaya perlindungan masyarakat dari budaya yang merusak. Terbukti dari menjamurnya jaringan pendukung LGBT. Makin meluasnya komunitas LGBT ini, karena tidak ada hukum yang tegas yang melarang tindakan rusak ini. Bahkan pada tahun 2012, Dede Oetomo, pendiri GAYa Nusantara sempat lolos uji calon Komisioner HAM meskipun tidak terpilih. Inilah bukti lumpuhnya peran negara dalam membendung budaya merusak yang membonceng ide kebebasan dan HAM. Maka, jika kerusakan akibat LGBT dibiarkan, akan terjadi lost generation karena menyalahi fitrah penciptaan manusia dan hancurnya peradaban.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
            LGBT merupakan perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama dan juga Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa. LGBT perlu dihilangkan dari kehidupan manusia karena menyalahi kodrat manusia.
            Pengaruh LGBT masuk secara halus melalui sosial media seperti pada stiker-stiker di Whatsapp dan LINE, termasuk pada buku pelajaran. Orangtua dan setiap orang perlu waspada supaya tidak terjerumus budaya menyimpang ini.
2. Saran
            LGBT harus disikapi dengan wajar. Ttidak untuk membenarkan keberadaannya tetapi untuk memulihkan kembali hal yang menyimpang ini. Pemerintah harus tegas dalam menghadapi LGBT supaya tidak mengganggu kenyamanan di lingkungan sosial.
 
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Laksono.2014.Masyarakat Indonesia dan LGBT.

Anonim. 2016. Menelisik Perjalanan LGBT di Indonesia.

Herulono, Murtopo.2015. Penilaian Moral Kaum LGBT

Nurjito,Bambang.2015.Being_LGBT_in_Asia_Indonesia_Country_Report_Bahasa_language.pdf.

Muhammad, Saleh.2015.Awas ! LGBT Mengancam Mahasiswa.